Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yang saya hormati Ibu Dra. Hj. Sri Herdiyati selaku penguji ujian praktik
Serta teman-teman yang saya cintai dan saya banggakan

Pada kesempatan yang baik ini, saya mengajak kepada hadirin untuk mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita masih diberi kekuatan dan kesempatan sebagai insan yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pada kesempatan ini saya akan memaparkan mengenai “Makanan Cepat Saji”.
Kesibukan bekerja dan tuntutan hidup lainnya membuat berkurangnya waktu untuk memasak lauk dan sayur untuk makanan sehari- hari. Pada akhirnya, banyak orang yang beralih ke makanan instan dan cepat saji, seperti makanan beku, makanan kalengan, dan makanan awetan. Makanan siap saji sekarang ini sudah menjadi gaya hidup, karena selain harganya terjangkau, makanan siap saji mudah diolah, cepat dan praktis, tahan lama, serta rasanya pun enak.
Dari kalangan rumah tangga muda tanpa anak, makanan kaleng dan awetan sangat digemari. Tahun ini saja 80 persen dari segmen tersebut merupakan pembeli dari makanan instan ini. Pada rumah tangga yang lebih dewasa, kecenderungan untuk membeli makanan kaleng dan awetan semakin berkurang. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kecenderungan rumah tangga pasangan muda lebih menyukai sesuatu yang instan dan cepat, sedangkan perhatian rumah tangga yang lebih dewasa terhadap kesehatan lebih tinggi.
Saudara saudara yang saya hormati,
Perkembangan zaman telah mempengaruhi banyak hal dalam hidup kita seperti diantaranya, banyak orang yang memburu dan berlomba lomba membeli gadget dan menginginkan semuanya yang serba instan seperti makanan.
Ternyata, ‘keinstanan’ masyarakat tidak hanya dalam masalah gadget saja, tapi juga makanan. Karena sudah malas memasak, orang akan cenderung membeli makanan cepat saji. Ditambah dengan layanan cepat antar, jadi tidak perlu bepergian kemana-mana makanan akan diantar sampai rumah. Makanan cepat saji itu enak, instant, dan beberapa ada yang harganya terjangkau. Tapi, bagaimana dengan nutrisinya?
Ada beberapa perbedaan antara makanan cepat saji dan makanan yang dimasak sendiri atau home cook. Masakan sendiri lebih terpercaya dan nutrisinya bisa kita kontrol secara pribadi. Kita tentu memilih bahan makanan yang segar dan sehat, bukan? Dibandingkan dengan makanan cepat saji yang bahannya tidak kita ketahui secara pasti halal atau tidak, anda lebih memilih yang mana? Belum lagi penambahan bahan kimia seperti vetsin, pewarna makanan berbahaya, bahkan boraks. Selain itu, makanan cepat saji mengandung kalori tinggi terutama dari gula yang berbahaya bagi penderita diabetes. Makanan cepat saji juga mengandung lemak trans yang lebih berbahaya dibandingkan dengan lemak lainnya. Jika dikonsumsi berlebih dapat menyebabkan penumpukan kolesterol dalam pembuluh darah dan dapat timbul serangan jantung koroner, stroke atau penyakit kardiovaskular lainnya.
Jika bahannya sudah dimasak dan masuk ke tubuh kita, bayangkan saja apa yang terjadi! Masih inginkah kita mengkonsumsi makanan yang berefek buruk bagi kesehatan?Menurut saya pribadi, makanan cepat saji itu boleh-boleh saja, tapi harus ada aturannya. Pertama, hendaklah kita cermat memilih makanan. Pilihlah makanan dari restaurant terpecaya. Cermat dalam memilih makanan itu penting, kalau perlu kita pun harus tahu bahan apa yang disertakan di makanan yang kita makan. Jangan juga keseringan memakan makanan cepat-saji, karena cakupan gizi kita harus terpenuhi. Biasakanlah memakan makanan sehat untuk kebutuhan sehari-hari.
Marilah kita menjaga dan memperhatikan makanan yang kita konsumsi demi kesehatan diri-masing-masing. Sekian pidato yang dapat saya sampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Akhir-akhir ini, kuliner Indonesia memiliki kecenderungan untuk kembali ke ‘asal’. Maraknya makanan cepat saji atau yang lebih dikenal dengan sebutan fast food, mulai dijauhi sedikit demi sedikit masyarakat terutama oleh masyarakat yang sadar akan kesehatan dengan gaya hidup well-being.
Sebenarnya gerakan makanan slow food didasari oleh kesadaran akan makan dengan santai dan tenang. Karena hal tersebut diyakini bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Bahkan sekarang ini mulai bermunculan restoran dengan tag line makanan sehat dan menyehatkan, seperti Warung Daun yang terletak di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Restoran macam ini menjamin bahan makanan yang digunakan berbahan dasar sayuran bebas pestisida, tidak menggunakan penyedap rasa buatan dan kandungan lemak serta kolesterolnya tidak membahayakan kesehatan konsumennya. Sayangnya restoran seperti ini memasang harga yang lebih mahal untuk sebuah kesehatan yang dijanjikannya.
Kembali ke slow food, dimana masakan tradisional yang dimasak dengan cara yang lebih baik dibanding resto fast food yang penuh dengan frozen food, mulai mengambil hati masyarakat. Beberapa resto macam ini antara lain Bumbu Desa, Warung Nasi Ampera, Resto Kuring dll.

Selama ini kita secara tidak sadar terbawa dengan gaya makan yang tidak mempedulikan kesehatan sendiri. Burger yang dapat diperoleh dengan cepat di resto kelas dunia macam Burger King dan Mc Donald, ternyata dapat memicu berbagai penyakit seperti kegemukan, diabetes, hipertensi, stroke dan jantung. Bahkan penyakit yang dulu dikenal sebagai penyakit ‘orang tua’ sekarang sudah banyak menjangkiti orang usia muda bahkan anak-anak. Makanan fast food yang sering kita santap umumnya kaya lemak jenuh, lemak trans, rendah kandungan serat, memiliki kandungan gula dan kalori yang tinggi, serta menggunakan bahan tambahan makanan sintetis untuk memperkuat rasa, dan membuat warna makanan semakin menarik. Fast food yang aslinya dari negara barat hanya menganut gaya hidup asal kenyang tanpa peduli dengan kandungan gizi bagi kesehatan, serta memaksa masyarakat mengkonsumsi makanan yang seragam. Hal demikian terjadi karena warga barat yang pekerja keras menuntut waktu yang efisien sehingga tidak menjadikan makanan sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan dan membunuh stress.